Sabtu, 05 Januari 2008

Sistem Informasi Perpustakaan MM UGM???


Artikel ini akan mencoba untuk menganalisa system informasi di kampus tercinta Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada (MMUGM) terutama sistem informasi perpustakaannya. Menurut SIM kampus, Sistem Informasi Perpustakaan dibangun sebagai sistem yang bisa berdiri sendiri tetapi tetap bisa diintegrasikan secara utuh dalam Sistem Informasi Manajemen Kampus (SIMKA). Dengan demikian Sistem Informasi Perpustakaan ini bisa dijalankan tanpa SIMKA ataupun dengan SIMKA. Fitur-fitur dalam Sistem Informasi Perpustakaan adalah :

  1. Portal Perpustakaan, yang berisi Profil Perpustakaan, Info Fasilitas, Berita dan Artikel, Agenda/Kalender Kegiatan, Galeri Foto, dan Buku Tamu.
  2. Sistem Katalog yang terdiri dari Pengelolaan katalog perpustakaan dan Manajemen Arsip Digital termasuk print-out database katalog dalam berbagai format.
  3. Sistem Transaksi Keanggotaan yang terdiri dari Pengelolaan anggota, Transaksi peminjaman dan pengembalian buku, sistem denda, dan pencetakan kartu anggota

Sistem informasi perpustakaan MMUGM terdiri atas tiga komponen (surahyo’s blog) yaitu:

  1. Business Process, dimana perpustakaan MMUGM merupakan pendukung bagi semua mahasiswa MMUGM untuk mencari referensi yang berupa buku, jurnal, artikel, tesis dan termasuk non profit orientation. Meskipun dikatakan sebagai pendukung namun merupakan bagian yang sangat penting sehingga peningkatan kualitas pelayanan sangat diperhatikan.
  2. Information Technology yang terdiri atas hardware, software, network, database dan saat ini telah dimiliki oleh perpustakaan MMUGM.
  3. People, semua pihak yang berkaitan dengan system informasi perpustakaan MMUGM antara lain mahasiswa, pengelola system, dan para petugas perpustakaan.

Dalam system informasi, pengelolaan data merupakan salah satu factor penting dalam kesuksesan sistem informasi. Menurut E. Wainright Martin dan teman-temannya dalam buku Managing Information Technology, prinsip-prinsip pengelolaan data (principles in managing data) adalah sebagai berikut:
  1. Kebutuhan untuk mengelola data secara permanen
  2. Data dapat ditampilkan sesuai dengan level yang membutuhkannya
  3. Aplikasi software harus terpisah dari databasenya (Application software should be separate from the database)
  4. Aplikasi software dapat diklasifikasikan berdasarkan bagaimana mereka mengelola data
  5. Penggunaan software harus dapat mempertimbangkan data yang benar-benar berguna bagi proses bisnis
  6. Tidak adanya duplikasi data (data should be captured once)
  7. Harus ada standar data yang tepat karena data yang sama dan mirip digunakan oleh berbagai macam aplikasi software dimana data harus dapat di identifikasi dan mendefinisikan secara jelas sehingga pengguna dapat mengetahui secara tepat data yang mereka butuhkan.

Pengelolaan sistem informasi ternyata tidaklah sesederhana yang terlihat karena melibatkan ketiga komponen diatas. Nach bagi yang sering menggunakan dan berhubungan dengan layanan perpustakaan MMUGM pasti akan merasakan bahwa pelayanan tidak efektif dan efisienb bahkan setelah terjadi perubahan atau konversi dari manual ke otomatisasi walaupun itu masih terbatas untuk beberapa hal. Namun disini akan lebih difokuskan pada apa yang dilihat oleh para mahasiswa sebagai konsumen atau user yaitu:

  1. Pada absensi untuk masuk ke perpustakaan yang semula masih menulis di buku tamu dan sekarang sudah berubah komputerisasi dengan memasukkan nomor registrasi mahasiswa
  2. Penggunaan Barcode untuk lebih memudahkan, mempercepat kerja petugas untuk mengidentifikasi buku serta ketepatan data. Menurut berbagai sumber yang saya baca, Barcode pertama kali diperkenalkan oleh dua orang mahasiswa Drexel Institute of Technology Bernard Silver dan Norman Joseph Woodland di tahun 1948. Barcode adalah informasi terbacakan mesin (machine readable) dalam format visual yang tercetak. Ada 3 tipe barcode yang banyak digunakan, yaitu Linear barcode, Stacked Barcode dan 2D barcodes. Dalam bidang perpustakaan umumnya menggunakan linear barcode, termasuk untuk kode ISBN (International Standard Book Number). Barcode digunakan untuk mewakili data inventaris nomor induk buku. Alat yang digunakan untuk mengidentifikasi kode-kode garis visual barcode disebut barcode scanner. Perangkat ini dengan cepat membaca fragmen terang gelap pada barcode yang tercetak di kertas dengan sangat cepat dan akurat. Barcode scanner adalah sebuah alat input data yang meminimalkan intervensi manusia sebagai operatornya.
  3. Katalog buku dengan sistem komputerisasi untuk internal perpustakaan dan ketersedianya online public access catalog untuk mempermudah bagi mahasiswa dan dari pihak luar untuk melihat apakah buku yang mereka cari tersedia di perpustakaan MMUGM. Disini juga tersedia jurnal-jurnal dari berbagai sumber dimana MMUGM bekerjasama dengan EBSCO.Katalog berasal dari bahasa Latin “catalogus” yang berarti daftar barang atau benda yang disusun untuk tujuan tertentu. Menurut ilmu perpustakaan, katalog merupakan daftar dari koleksi perpustakaan atau beberapa perpustakaan yang disusun secara sistematis, sehingga memungkinkan pengguna perpustakaan dapat mengetahui dengan mudah koleksi apa yang dimiliki oleh perpustakaan dan dimana koleksi tersebut dapat ditemukan. Sedangkan pengertian katalog induk (union catalog) sangat berkaitan erat dengan kerjasama pengkatalogan (cooperative cataloguing). Cooperative cataloguingsesuai dengan istilahnya merupakan kerjasama antar perpustakaan dalam pengerjaan katalog dan hasilnya adalah katalog induk. Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa katalog induk merupakan hasil kerjasama dalam pengerjaan katalog oleh beberapa perpustakaan atau penyatuan dari beberapa katalog perpustakaan.

Tujuan dari perubahan system di atas agar nilai pelayanan akan lebih baik, namun mungkin beberapa teman pernah mengalami kejadian yang akan menimbulkan pertanyaan apakah perubahan sistem tersebut berjalan dengan baik atau tidak. Fakta yang pernah terjadi adalah sebagai berikut:

  • Beberapa waktu yang lalu, seorang teman pernah mengalami kejadian dimana waktu absensi untuk masuk ke perpustakaan ternyata nomor registrasinya menampilkan dia sebagai mahasiswa akhir pekan. Kenapa hal ini bisa terjadi? apakah data mahasiswa di kampus dengan di perpustakaan tidak terintegrasi? sehingga kejadian kesalahan memasukkan data tersebut bisa terjadi. Seharusnya data kemahasiswaan terintegrasi dengan perpustakaan sebab keakuratan data dapat terjaga (meminimalisasi kesalahan) dan akan lebih efisien serta efektif.
  • Kejadian lain dimana ada mahasiswa yang tercatat masih meminjam buku padahal dia sama sekali tidak pernah meminjam di perpustakaan. Untung saja setelah klarifikasi ternyata memang ada kesalahan pemasukkan data….tapi kok bisa ya hal ini terjadi? apakah terjadi duplikasi nama atau no registrasi??
  • Pernah juga terjadi dimana waktu akan meminjam buku, petugas yang memasukkan mengalami kesulitan dalam menggunakan barcode scanner sehingga pada akhirnya petugas tersebut memilih secara manual dan ternyata tidak semua petugas perpustakaan mengerti prosedur pencatatan untuk peminjaman dan pengembalian buku. Seharusnya sebelum terjadai perubahan system, perlu adanya sosialisasi, pelatihan, pengawasan, dan konsultasi yang melibatkan semua elemen.
  • Klo ini merupakan pengalaman pribadi, beberapa waktu yang lalu saya mencari buku untuk bahan kuliah. Ketika saya mencari di catalog computer tertulis bahwa buku tersebut tersedia dan terdapat di rak no 10, segera saja saya mencarinya di rak no 10, namun setelah beberapa saat ternyata tidak ketemu. Alhasil setelah saya cari di semua rak, akhirnya buku itu ketemu juga di rak no 19 (capek dech)...mungkin ada mahasiswa yang ingin mengembalikan buku namun salah tempatnya, padahal sudah tertulis bahwa buku yang sudah diambil tidak usah dikembalikan..atau mungkin petugasnya yang salah mengembalikan??? Namun dari itu semua saya patut acungkan jempol bagi para petugas yang sangat ramah dan mau membantu jika saya mengalami kesulitan, apalagi beliau-beliau ini sangat hafal tata-letak bukunya sehingga kadang bila malas untuk melihat catalog maka langsung saja saya tanya pada para petugas karena dijamin akurat dan juga hemat waktu…Dilain waktu, saya pernah mencari buku di catalog juga, ternyata buku tersebut tidak ada keterangannya sama sekali..Yah mungkin database-nya baru dalam tahap pengembangan atau istilahnya “under development
  • Yang terakhir tentang catalog online, mari coba kita lakukan benchmarking antara website perpustakaan Universitas Islam Indonesia (UII) dan MMUGM. Terlihat bahwa di website UII menampilkan informasi buku secara lebih detail yaitu tentang keadaan buku, jumlah buku, serta apakah buku tersebut dipinjam atau tidak. Informasi yang terdapat di perpustakaan UII sangat membantu bagi mahasiswa atau bagi pihak lain yang ingin membaca serta meminjam buku karena mengetahui apakah buku tersebut ada atau sedang dipinjam. Kan kasihan juga klo sudah jauh-jauh datang ternyata buku yang ingin dibaca ternyata sedang dipinjam…. Sedangkan di website MMUGM hanya memperlihatkan judul serta pengarangnya saja meskipun untuk catalog yang berada di dalam perpustakaan sudah menampilkan hal yang sama dengan perpustakaan UII....

Dari kejadian diatas maka dapat dikatakan bahwa pengelolaan system informasi di perpustakaan MMUGM masih belum optimal. Dengan penulisan artikel ini, semoga menjadi suatu wacana bagi semua pihak kususnya para pengelola guna peningkatkan kualitas pelayanan perpustakaan MMUGM. Akhirnya…. Go…Go…Go… MM UGM…


Kamis, 03 Januari 2008

AMDAL dan Peternakan Ayam?




AMDAL diperkenalkan pertama kali th 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27/1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal -hal yang dikaji dalam proses AMDAL:

  1. aspek fisik-kimia
  2. ekologi
  3. sosial-ekonomi
  4. sosial-budaya
  5. dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan

Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dengan demikian AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan analisis diatas dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif. Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai :

  1. Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan
  2. Luas wilayah penyebaran dampak
  3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
  4. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak
  5. Sifat kumulatif dampak
  6. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak

Pasal 15 (1) UU No. 23/1997 menyatakan bahwa setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Hal ini kemudian ditegaskan dalam pasal 3 PP No. 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menyebutkan bahwa usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi:

  1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
  2. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharu
  3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan
  4. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya
  5. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya
  6. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya
  7. Introduksi jenis tumbuh -tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik

Tahapan-tahapan pelaksanaan AMDAL adalah sebagai berikut:

  1. Pelingkupan adalah proses pemusatan studi pada hal – hal penting yang berkaitan dengan dampak penting.
  2. Kerangka acuan (KA AMDAL) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup y ang merupakan hasil pelingkupan.
  3. Analisis dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
  4. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
  5. Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

Berdasarkan penelitian proses AMDAL di Indonesia memiliki banyak kelemahan, antara lain:

  1. AMDAL belum sepenuhnya terintegrasi dalam proses perijinan satu rencana kegiatan pembangunan, sehingga tidak te rdapat kejelasan apakah AMDAL dapat dipakai untuk menolak atau menyetujui satu rencana kegiatan pembangunan.
  2. Proses partisipasi masyarakat belum sepenuhnya optimal. Selama ini LSM telah dilibatkan dalam sidang -sidang komisi AMDAL, akan tetapi suaranya belum sepenuhnya diterima didalam proses pengambilan keputusan.
  3. Terdapatnya berbagai kelemahan didalam penerapan studi -studi AMDAL. Dengan kata lain, tidak ada jaminan bahwa berbagai rekomendasi yang muncul dalam studi AMDAL serta UKL dan UPL akan dilaksanakan oleh pihak pemrakarsa.
  4. Masih lemahnya metode-metode penyusunan AMDAL, khusunya aspek “sosial-budaya”, sehingga kegiatan-kegiatan pembangunan yang implikasi sosial-budayanya penting, kurang mendapat kajian yang seksama.

Selama ini AMDAL memerlukan waktu proses yang lama, tidak ada penegakan hukum terhadap pelanggar AMDAL, kontribusi pengelolaan lingkungan yang masih rendah, menjadi beban biaya, dan dipandang sebagai komodias ekonomi oleh (oknum) aparatur pemerintah, pemrakarsa atau konsultan. Lebih rusaknya, ketika AMDAL justru hanya sebagai alat retribusi, bukan sebagai bagian dari sebuah studi kelayakan, sehingga sering kali ditemui banyak AMDAL yang justru melanggar tata ruang. Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih banyak yang mengabaikan masalah lingkungan. Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda).
Banyaknya peternakan ayam yang berada di lingkungan masyarakat dirasa mulai menggangu oleh warga, terutama peternakan ayam yang lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk. Sebelum suatu usaha memperoleh ijin untuk menjalankan usaha, maka perlu adanya AMDAL sehingga dapat diketahui apakah usaha tersebut akan menimbulkan dampak buruk pada lingkungan sekitarnya atau tidak. Dampak yang mungkin ditimbulkan adalah kerusakan yang bersifat fisik, kerusakan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Hal tersebut juga berlaku pada usaha peternakan ayam. Seperti kita ketahui bahwa untuk mendirikan usaha peternakan ayam harus memperoleh ijin AMDAL terlebih dahulu, selain itu harus ada persetujuan atas pendirian peternakan ayam tersebut dengan pihak pemerintah daerah dan masyarakat sekitarnya. Dampak yang sering ditimbulkan oleh adanya peternakan ayam adalah sebagai berikut:

  1. Polusi udara (bau) yang ditimbulkannya membuat warga tidak nyaman.
    Pemerintah perlu mengadakan sosialisasi pengelolaan lingkungan bagi peternak ayam yang berpotensi mencemari lingkungan. Keluhan tentang polusi bau sering muncul karena letak areal peternakan sangat dekat dengan pemukiman, sementara penanganan limbah tidak dilakukan dengan baik. Pembuatan pupuk organik dengan menggunakan teknologi EM, dapat mengolah limbah tersebut dengan cepat dan tidak menimbulkan bau. Permasalahan yang muncul ialah para pekerja enggan bergumul dengan kotoran ayam terlalu lama. Untuk mengatasi keadaan tersebut kegiatan ini menawarkan rancang bangun mesin pengaduk bokasi yang sederhana tetapi efektif. Mesin pengaduk bokasi dibuat dengan penggerak motor bensin 3,5 PK. Bagian utama berupa silinder tempat pengadukan yang di dalamnya terdapat pisau pengaduk, corong pengumpan yang berfungsi sebagai tutup silinder, bingkai, dan motor penggerak. Alat ini mempunyai kapasitas 400 kg bahan bokasi/jam. Beban limbah yang harus diolah peternak akan dapat ditangani dalam waktu kurang lebih 1 jam yaitu 200 kg kotoran ayam dengan 200 kg bahan kering yang lain. Dengan menggunakan alat ini, keengganan pekerja mengolah limbah dan keluhan bau dapat diatasi, selain itu peternak mendapatkan hasil samping berupa pupuk organik yang murah dan ramah lingkungan. Namun yang paling penting dalam penanganan polusi udara dari peternakan ayam adalah peternakan harus dijaga kebersihannya. Jangan sampai alasnya (kotoran ayam) sampai basah sebab hal ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya bau. Selain itu, peternakan ayam harus sekurang-kurangnya berjarak 50 meter dari pemukiman penduduk sehingga dapat mengurangi polusi udara (bau).
  2. Timbulnya lalat yang sangat banyak. Lalat timbul karena kurangnya kebersihan dari kandang ayam, namun lalat tersebut dapat ditanggulangi dengan penyeprotan secara berkala pada kandang ayam.
  3. Ketakutan akan penyebaran virus Avian Influenza (AI). Saat ini untuk memperoleh perijinan pendirian peternakan ayam akan semakin sulit sebab masih takut akan menjangkitnya virus flu burung, dimana salah satu penularannya melalui kontak langsung dengan unggas. Masyarakat, kususnya para peternak unggas (ayam) perlu diberi pengarahan secara terperinci mengenai pedoman pencengahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular influensa pada unggas (Avian Influenza) sehingga dapat diambil tindakan secara dini bila dilaporkan adanya unggas yang mati disebabkan oleh virus tersebut. Penyakit influenza pada unggas (Avian Influenza) disebabkan oleh virus influensa A dari family Orthomyoviridae yang dibagi kedalam subtype berdasarkan permukaan glikoprotein haemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Sampai saat ini telah dikenal sebanyak 15 jenis HA (Hi-15) dan 9 jenis NA (N1-9) yang sudah diidentifikasi. Di antara 15 subtype HA, hanya H5 dan H7 yang bersifat ganas (virulen) pada unggas. Infeksi pada ternak oleh virus Avian Influenza (AI) menimbulkan sindrom yang khas berupa infeksi asymptomatik pada respirasi, penurunan produksi telur pada kasus yang berat, dengan tingkat mortalitas yang dapat mencapai 100%. Virus penyakit influensa unggas umumnya dijumpai pada berbagai spesies burung liar. Pada hewan, virus ini umumnya tidak menimbulkan gejala klinis sehingga ia dapat disebut sebagai reservoir sekaligus sumber penularan. Virus AI dapat menimbulkan sindrom penyakit pernafasan pada unggas mulai dari tipe ringan (low pathogenic) sampai yang berdifat fatal (highly pathogenic). Selain menyerang organ pernafasan, virus AI juga dapat menyerang organ pencernaan dan sistem syaraf. Mengingat penyakit ini telah menimbulkan kematian yang sangat tinggi (hampir 90%) pada beberapa peternakan dan menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak, maka perlu adanya kebijakan yang mengatur akan tata letak peternakan dan cara untuk meminimalisasi penyebaran virus tersebut.