Kamis, 03 Januari 2008

AMDAL dan Peternakan Ayam?




AMDAL diperkenalkan pertama kali th 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27/1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal -hal yang dikaji dalam proses AMDAL:

  1. aspek fisik-kimia
  2. ekologi
  3. sosial-ekonomi
  4. sosial-budaya
  5. dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan

Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dengan demikian AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan analisis diatas dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif. Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai :

  1. Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan
  2. Luas wilayah penyebaran dampak
  3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
  4. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak
  5. Sifat kumulatif dampak
  6. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak

Pasal 15 (1) UU No. 23/1997 menyatakan bahwa setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Hal ini kemudian ditegaskan dalam pasal 3 PP No. 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menyebutkan bahwa usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi:

  1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
  2. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharu
  3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan
  4. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya
  5. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya
  6. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya
  7. Introduksi jenis tumbuh -tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik

Tahapan-tahapan pelaksanaan AMDAL adalah sebagai berikut:

  1. Pelingkupan adalah proses pemusatan studi pada hal – hal penting yang berkaitan dengan dampak penting.
  2. Kerangka acuan (KA AMDAL) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup y ang merupakan hasil pelingkupan.
  3. Analisis dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
  4. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
  5. Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

Berdasarkan penelitian proses AMDAL di Indonesia memiliki banyak kelemahan, antara lain:

  1. AMDAL belum sepenuhnya terintegrasi dalam proses perijinan satu rencana kegiatan pembangunan, sehingga tidak te rdapat kejelasan apakah AMDAL dapat dipakai untuk menolak atau menyetujui satu rencana kegiatan pembangunan.
  2. Proses partisipasi masyarakat belum sepenuhnya optimal. Selama ini LSM telah dilibatkan dalam sidang -sidang komisi AMDAL, akan tetapi suaranya belum sepenuhnya diterima didalam proses pengambilan keputusan.
  3. Terdapatnya berbagai kelemahan didalam penerapan studi -studi AMDAL. Dengan kata lain, tidak ada jaminan bahwa berbagai rekomendasi yang muncul dalam studi AMDAL serta UKL dan UPL akan dilaksanakan oleh pihak pemrakarsa.
  4. Masih lemahnya metode-metode penyusunan AMDAL, khusunya aspek “sosial-budaya”, sehingga kegiatan-kegiatan pembangunan yang implikasi sosial-budayanya penting, kurang mendapat kajian yang seksama.

Selama ini AMDAL memerlukan waktu proses yang lama, tidak ada penegakan hukum terhadap pelanggar AMDAL, kontribusi pengelolaan lingkungan yang masih rendah, menjadi beban biaya, dan dipandang sebagai komodias ekonomi oleh (oknum) aparatur pemerintah, pemrakarsa atau konsultan. Lebih rusaknya, ketika AMDAL justru hanya sebagai alat retribusi, bukan sebagai bagian dari sebuah studi kelayakan, sehingga sering kali ditemui banyak AMDAL yang justru melanggar tata ruang. Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih banyak yang mengabaikan masalah lingkungan. Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda).
Banyaknya peternakan ayam yang berada di lingkungan masyarakat dirasa mulai menggangu oleh warga, terutama peternakan ayam yang lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk. Sebelum suatu usaha memperoleh ijin untuk menjalankan usaha, maka perlu adanya AMDAL sehingga dapat diketahui apakah usaha tersebut akan menimbulkan dampak buruk pada lingkungan sekitarnya atau tidak. Dampak yang mungkin ditimbulkan adalah kerusakan yang bersifat fisik, kerusakan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Hal tersebut juga berlaku pada usaha peternakan ayam. Seperti kita ketahui bahwa untuk mendirikan usaha peternakan ayam harus memperoleh ijin AMDAL terlebih dahulu, selain itu harus ada persetujuan atas pendirian peternakan ayam tersebut dengan pihak pemerintah daerah dan masyarakat sekitarnya. Dampak yang sering ditimbulkan oleh adanya peternakan ayam adalah sebagai berikut:

  1. Polusi udara (bau) yang ditimbulkannya membuat warga tidak nyaman.
    Pemerintah perlu mengadakan sosialisasi pengelolaan lingkungan bagi peternak ayam yang berpotensi mencemari lingkungan. Keluhan tentang polusi bau sering muncul karena letak areal peternakan sangat dekat dengan pemukiman, sementara penanganan limbah tidak dilakukan dengan baik. Pembuatan pupuk organik dengan menggunakan teknologi EM, dapat mengolah limbah tersebut dengan cepat dan tidak menimbulkan bau. Permasalahan yang muncul ialah para pekerja enggan bergumul dengan kotoran ayam terlalu lama. Untuk mengatasi keadaan tersebut kegiatan ini menawarkan rancang bangun mesin pengaduk bokasi yang sederhana tetapi efektif. Mesin pengaduk bokasi dibuat dengan penggerak motor bensin 3,5 PK. Bagian utama berupa silinder tempat pengadukan yang di dalamnya terdapat pisau pengaduk, corong pengumpan yang berfungsi sebagai tutup silinder, bingkai, dan motor penggerak. Alat ini mempunyai kapasitas 400 kg bahan bokasi/jam. Beban limbah yang harus diolah peternak akan dapat ditangani dalam waktu kurang lebih 1 jam yaitu 200 kg kotoran ayam dengan 200 kg bahan kering yang lain. Dengan menggunakan alat ini, keengganan pekerja mengolah limbah dan keluhan bau dapat diatasi, selain itu peternak mendapatkan hasil samping berupa pupuk organik yang murah dan ramah lingkungan. Namun yang paling penting dalam penanganan polusi udara dari peternakan ayam adalah peternakan harus dijaga kebersihannya. Jangan sampai alasnya (kotoran ayam) sampai basah sebab hal ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya bau. Selain itu, peternakan ayam harus sekurang-kurangnya berjarak 50 meter dari pemukiman penduduk sehingga dapat mengurangi polusi udara (bau).
  2. Timbulnya lalat yang sangat banyak. Lalat timbul karena kurangnya kebersihan dari kandang ayam, namun lalat tersebut dapat ditanggulangi dengan penyeprotan secara berkala pada kandang ayam.
  3. Ketakutan akan penyebaran virus Avian Influenza (AI). Saat ini untuk memperoleh perijinan pendirian peternakan ayam akan semakin sulit sebab masih takut akan menjangkitnya virus flu burung, dimana salah satu penularannya melalui kontak langsung dengan unggas. Masyarakat, kususnya para peternak unggas (ayam) perlu diberi pengarahan secara terperinci mengenai pedoman pencengahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular influensa pada unggas (Avian Influenza) sehingga dapat diambil tindakan secara dini bila dilaporkan adanya unggas yang mati disebabkan oleh virus tersebut. Penyakit influenza pada unggas (Avian Influenza) disebabkan oleh virus influensa A dari family Orthomyoviridae yang dibagi kedalam subtype berdasarkan permukaan glikoprotein haemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Sampai saat ini telah dikenal sebanyak 15 jenis HA (Hi-15) dan 9 jenis NA (N1-9) yang sudah diidentifikasi. Di antara 15 subtype HA, hanya H5 dan H7 yang bersifat ganas (virulen) pada unggas. Infeksi pada ternak oleh virus Avian Influenza (AI) menimbulkan sindrom yang khas berupa infeksi asymptomatik pada respirasi, penurunan produksi telur pada kasus yang berat, dengan tingkat mortalitas yang dapat mencapai 100%. Virus penyakit influensa unggas umumnya dijumpai pada berbagai spesies burung liar. Pada hewan, virus ini umumnya tidak menimbulkan gejala klinis sehingga ia dapat disebut sebagai reservoir sekaligus sumber penularan. Virus AI dapat menimbulkan sindrom penyakit pernafasan pada unggas mulai dari tipe ringan (low pathogenic) sampai yang berdifat fatal (highly pathogenic). Selain menyerang organ pernafasan, virus AI juga dapat menyerang organ pencernaan dan sistem syaraf. Mengingat penyakit ini telah menimbulkan kematian yang sangat tinggi (hampir 90%) pada beberapa peternakan dan menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak, maka perlu adanya kebijakan yang mengatur akan tata letak peternakan dan cara untuk meminimalisasi penyebaran virus tersebut.


3 komentar:

Mangoloi mengatakan...

nice our blog

RW09 mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
RW09 mengatakan...

Terimakasih Mba Lia, ijin copast ya.

Di wilayah tempat tinggal kami, juga ada banyak peternakan ayam yg menimbulkan bau tidak sedap hampir sepanjang hari. Pihak terkait, dalam hal ini kelurahan setempat juga sepertinya tidak mau tahu, padahal sudah sering kita bicarakan mengenai masalah ini.